Langit cerah laksana hamparan permadani biru yang di hamparkan tanpa
batas. Awan berarakan menyusuri langit yang tek bertepi. Dibawah
naungan alam, bumi berputar menetapi kodratnya. Matahari dengan sinarnya
berpendar tanpa henti. Burung berhenti bernyanyi. Bunga – bunga tampak
kepayahan menahan hawa panas bulan mei ini. Dan disalah satu pelosok
bumi. Sesosok manusia berdiam diri menikmati lamunan khayalannya bersama
sang impian..
Bel berbunyi. Sebuah tanda bahwa pelajaran pada hari ini telah usai. Siswa – siswa SMP 45 purwokerto berhamburan di beberapa tempat di sekolah itu. Sementara Fahri, berjalan lunglai menuju tempat parkir yang berjarak 20 meter dari kelasnya. Sejak kemarin perutnya memang belum terisi oleh makanan berupa nasi, terakhir adalah tadi malam ketika beruntung mendapatkan roti bolu kukus pemberian tetangganya yang kasihan. Wajahnya pucat memudar. Bibirnya kering dengan mata sayu yang samar.
“ Fahri,” sebuah suara masuk ke dalam telinga Fahri . Suara yang tak pernah ia lupa.
Gadis itu berlari menghampiri Fahri.
“ Ri, kamu koq lemes banget, pucet lagi” tanyanya penuh perhatian.
Bibir kering Fahri terpaksa Ia gerakan untuk membentuk sebuah senyum “ nggak koq. Aku ngak papa “ jawabku singkat.
“ coba aku lihat “ tangan Izah mendekati kening Fahri untuk memastikan suhu badan Fahri.
“ apa – apaan si.” Fahri terhenyak dan segera menampar tangan Izah.
Jelas sekali, Izah terkejut. Meskipun ini bukan yang pertama kali, namun tetap setiap perlakuan Fahri terhadapnya merupakan sesuatu yang selalu janggal baginya.
“ aku cuma ingin memeriksa suhu badanmu” jawab Izah cemberut.
“ Ga usah. Aku baik – baik aja “ jawab Fahri singkat dengan nada acuh.
Izah terdiam. Wajahnya berkerut memendam kesedihan.
“ Kenapa kamu seperti ini. Ri? Kenapa kamu berubah? Apa salahku? Sekarang kamu selalu acuh terhadapku. Selalu menghindar dariku, selalu saja kasar terhadapku. Kenapa? Apa aku punya salah sehingga kamu begitu membenciku? Kenapa? “ air mata Izah bercucuran. Tapi air mata itu hanya menjadi hiasan kesedihan yang turun ke pipinya tanpa diperdulikan oleh Fahri.
“ Kamu gak salah, aku Cuma tak ingin kamu perlakukan aku seperti itu “
“ tapi ini bukan yang pertama kali, kau selalu saja diam. Bahkan bila bertemu kau selalu saja mengalihkan pandangan. Jawab jujur, apa salahku? Jawab!!!!” kata Izah dengan nada setengah berteriak.
Dari arah belakang, segerombolan murid laki – laki menghampiri Andi. Jelas tersirat ada kebencian dan kemarahan di hati mereka.
“ heh, ada apa ini.” Andi, si pimpinan geng itu melihat sekeliling. Memperhatikan keadaan Izah “ heh anak udik, apa yang kamu lakukan terhadap Izah ?” tanyanya.
“ tanya sendiri tuh sama Izah. Aku mau pulang. “ Fahri berbalik sebelum akhirnya dari arah belakang Andi menarik bajunya. Hingga sedikit robek. Sontak Fahri kaget bukan kepalang. bukan karena perlakuan kasar Andi, tapi robeknya baju sekolah yang Fahri pakai. Baginya, baju sekolah yang ia kenakan saat ini adalah lebih dari seragam yang ia beli setahun yang lalu, lebih dari itu, seragam pramuka itu merupakan hadiah terpenting baginya dari ayahnya. Hasil dari keringat ayah yang membanting tulang demi biaya sekolahnya. Seragam itu bukan hanya sekedar kain, tapi pengorbanan seorang ayah kepada anaknya dan fahri berkeyakinan, itu adalah pralambang baginya untuk menjaga apa yang telah dilakukan oleh ayahnya.
“ kenapa seragamku kau robek?”
“ hahaha,,,, kenapa? Kamu marah? Kamu berani sama aku?”
“ kenapa? jangan mentang – mentang kamu ini anak kota sehingga menginjak – nginjak harga diriku” jawab Fahri lantang.
Izah menangis kian jadi dan berusaha melerai pertengkaran itu. Sedang murid yang lain hanya menonton bahkan ikut mendoakan semoga terjadi perkelahian antara Fahri dan Andi. “ berhenti, jangan bertengkar. “ sergah Izah “ aku akan ganti seragam kamu ri, Maaf ya?”.
Bukan mendinginkan keadaan. Fahri justru kian marah. Wajahnya merah padam. Harga dirinya seperti dilempar ke dalam tong sampah.
“ Zah, denger ya. Aku memang miskin. Tapi gak semua bisa dibeli dengan uang. Bagimu mungkin ini sekedar kain yang tak berharga yang bisa kau beli dengan mudah. Tapi bagiku, ini bukan sekedar kain seragam. Ada banyak harapan dan pengorbanan. di setiap helai benang ada setiap tetes keringat ayahku. Kalian orang – orang kaya selalu mengandalkan harta kalian. Suatu saat nanti akan aku buktikan. Bahwa aku bisa melebihi kalian, bukan dengan kekayaan orang tua tapi dengan kerja keras sendiri. Camkan kata – kataku. “ Fahri beranjak pergi. Sedangkan Izah berteriak memanggil Fahri. Namun fahri tak bergeming, Fahri tetap berlari membawa airmatanya yang jatuh perlahan merayapi pipinya.
“ dasar anak udik, orang miskin pula hahaha “
Plakkkkkkkkkkkk
Tanpa diduga, izah menampar wajah Andi. Seketika suasana sunyi mencekam. Andi memasang wajah penuh amarah dengan keterkejutan yang jelas terlihat dari wajah kerasnya.
“ Denger ya ndi, lain kali tolong jaga sikapmu. Tak usah kau sok ikut campur masalahku” bentak izah kepada Andi.
“ Tapi aku lakukan semua ini karena aku sayang dan peduli padamu “ jawab andi.
“ alaaaah, sayang katamu? Kamu itu cuma nafsu. Sekarang pergi dari hadapanku “
“ tapi zah,....” sebelum andi selesai mengatakan kalimatnya. Izah keburu pergi sambil mengibaskan tangannya
“ udahlah “ kata Izah.
Sudah seminggu berlalu sejak kejadian pertengkaran antara Fahri dan Andi, sejak itu pula Fahri tidak berangkat sekolah dengan alasan sakit. Perasaan bersalah memenuhi ruang hati Izah. Gadis itu telah memendam perasaan suka kepada Fahri, namun ia hanya bisa menyimpannya tanpa pernah mampu untuk mengungkapkan. Ia telah berusaha melupakan sosok seorang Fahri yang bagi sebagian besar temannya tidak pantas untuk kastanya. Namun, ada banyak hal kenapa ia terjatuh ke dalam cinta seorang Fahri sang anak udik. Sayangnya cinta itu bertepuk sebelah tangan, sikap Fahri sangat acuh. tiada tanda – tanda bahwa Fahri juga menaruh rasa kepadanya. Jangankan tanda – tanda suka, bahkan sikap Fahri akhir – akhir ini kian menyebalkan, sering Fahri menghindar dari Izah, padahal dulu mereka begitu dekat sehingga membuat siswa putra lain merasa cemburu. Maklum karena Izah termasuk primadona sekolah selain karena Ia cantik kaya dan baik, Izah juga dianugerahi kecerdasan otak yang luar biasa.
Fahri dan Izah dulunya tak terpisahkan. Mereka sering belajar bersama sepulang sekolah, seringpula mereka beradu pendapat mengenai suatu hal terkait dengan pelajaran. Mereka berdua selalu berlomba – lomba dalam perebutan peringkat satu juara kelas tingkat sekolah. Dan selama 5 semester ini, dari kelas 7 sampai kelas 9 semester awal. Izah selalu memimpin diikuti oleh Fahri. Tak heran kedua anak tersbut terkenal sebagai sepasang sahabat yang berprestasi. Namun, semua itu kini menjadi semu ketika sikap Fahri berubah total. Padahal, Izah sudah terlanjur jatuh cinta kepada Fahri. Cinta pertama baginya. Ia memang tak mudah jatuh cinta kepada seorang pemuda, dan belum pernah merasakan cinta sebelumnya. Namun. Kini ketika cinta itu merekah, orang yang dicintainya justru sangat membencinya. Cinta itu layu, namun tetap hidup meski penuh rasa sakit.
Sejak hari pertama Fahri absen. Keinginan Izah untuk menjenguk Fahri sangat besar. Namun Ia sendiri belum pernah bertandang ke rumah Fahri. Ya, meski mereka sangat dekat, Fahri sangat misterius baginya. Ia tidak pernah tahu keadaan keluarganya, rumahnya atau hal – hal pribadi lainya tentang Fahri.. Kemarin ia sempat meminta data diri Fahri kepada petugas TU. Disitu tertulis, Nama Fahri lengkap dengan alamatnya. Itulah pijakan Izah untuk mencari Fahri. Sore itu juga Izah menuju rumah Andi.
Dengan mengendarai sepeda motornya, Izah memberanikan diri menyusuri jalanan kota Purwokerto, tanya sana – sini mengenai alamat Fahri. Ia sempat tersesat dalam perjalanan ke rumah fahri namun berkat tekadnya yang kuat Ia bisa sapai ke desa tempat rumah fahri berada. Desa itu terasa sejuk dengan pepohonan yang masih padat berjejer. Belum ada saluran telpon. Jalan – jalan masih berupa jalan setapak berdebu. Hingga akhirnya ia berdiri di sebuah rumah yang reot dengan cat mengelupas. Inikah rumah Fahri?.
Ia mengetuk pintu. Sambil mengucap salam.
“ Assalamu’alaikum “
Dari dalam rumah terdengar suara anak laki – laki. Suara itu sepertinya pernah ia dengar, namun bukan suara Fahri. Anak laki – laki itu membukakan pintu untuk Izah.
“ Lho jok, kamu disini ? “ anak tersebut bernama Joko. Termasuk sahabat terdekat Fahri dikelas.
“ iya, kenapa? Lha kamu sendirian?. Udah masuk dulu, tuh cowo idamanmu lagi susah banget makan “ jawab Joko sedikit meledek.
Izah berjalan memasuki ruang tidur Fahri. Kamar tersebut kecil dengan dinding bambu yang dianyam mengelilingi ruangan. Sederhana namun rapi. Terlihat Fahri tengah terbaring berselimutkan sarung. Wajahnya pucat dengan bibir yang tanpa rona.
“ Di suruh makan susah banget tuh” jelas Joko.
“ Dia lagi kenapa sie, kenapa sikapnya sangat berbeda akhir – akhir ini?” tanya Izah.
“ Aku tak tahu, dia misterius seperti segitiga bermuda “ celetuk Joko.
Izah mendekati Fahri. “ Ri, makan ya”
“ Eh, aku kedalam dulu, masak air buat bikin minuman ya,”
“ Iya Ko “ jawab Izah
Fahri terdiam bahkan mengganti posisi badannya membelakangi Izah seolah tak sudi memandang wajah Izah.
“ Kenapa Ri, apa aku ini sudah tak pantas lagi untuk kau pandang? Apa sebenarnya salahku? Aku letih diperlakukan seperti ini, aku seperti berada dalam jurang derita. Tolonglah Ri, ingat kita dulu begitu dekat, sangat dekat, bahkan aku akui kini aku,, aku,,, “ Izah terasa berat melanjutkan kalimatnya.
Sementara Fahri masih tak bergeming dengan keacuhannnya
“ Aku jatuh cinta padamu. Kau adalah laki – laki pertama yang mampu mengetuk pintu hatiku. Meski kita berbeda seperti anggapanmu. Tapi aku menerimamu apa adanya. Aku tak memandang dari hartamu, aku mencintaimu apa adanya “jujur izah mengungkapkan perasaannya
Fahri tiba – tiba berbalik. Dengan suara lemahnya Fahri berkata
“ Zah, aku bukan tipe laki – laki yang membiarkan pikiranku dalam keadaan pesimis. Aku bukan minder karena harta yang tak kupunya, aku tidak akan rendah diri hanya karena kemiskinan. Aku sangat yakin, suatu saat nanti aku pasti bisa mendapatkanmu seutuhnya. Aku sangat yakin itu “ Izah terhenyak. Kata – kata Fahri serasa memenuhi rongga dadanya.
“ Apa maksudmu?”
“ eh tidak, “ Fahri salah tingkah. Sebagian kalimatnya ternyata merupakan ungkapan kejujurannya.
“ apakah kau juga mencintaiku?”
“ apakah cinta harus diungkapan?” tanya Fahri.
“ ya, jika kau tidak ingin menyiksaku” jawab Izah
Fahri tersenyum. Inilah pertama kalinya Izah kembali melihat senyum Fahri setelah sekian lama masa pengasingan nya oleh Fahri.
“ ya aku mencintaimu “ kata Fahri lantang seolah ia tak pernah Sakit. Izah tersnyum. Ia bahagia bukan kepalang “ aku mencintaimu, sama sepertimu, kau juga cinta pertamaku.”
“ tapi kenapa sikapmu berbanding terbalik?”
“ suatu saat nanti kau akan tahu, maafkan aku atas sikapku selama ini. Bukan karena benci, semata demi kebaikan kita “ jelas Fahri.
“ apa kamu diancam sama si Andi itu?”
Fahri menggeleng.
“ ini inisiatifku sendiri, suatu saat nanti aku janji akan menjelaskan semuanya. Tapi bukan sekarang”
“ apapun, kejujuranmu setidaknya menjadikan aku lebih tenang” Izah mendekati fahri. Ia hendak mengecup kening Fahri.
“ Eits, aku udah bilang jangan perlakukan aku seperti itu “ kata Fahri.
“ eee e maaf “ kata Izah sembari menahan malu.
Esok hari setelah Izah menjenguk Fahri. Fahri sudah terlhat berangkat sekolah seperti biasa. Hubungan mereka mulai kembali seperti semula.
Hari – hari berlalu hingga ujian Nasional tiba. Baik Izah maupun Fahri sama – sama belajar dengan keras. Hubungan mereka pun tetap sebagai sahabat meskipun perasaan mereka saling mencintai. Terkadang Izah heran apa alasan Fahri tak mau melanjutkan perasaan mereka ke jenjang yang lebih resmi semisal pacaran. Padahal tak sedikit siswa lain yang berusaha untuk menjadikannya pacar, namun selalu di tolak Izah. Izah kadang berfikir, kenapa bukan Fahri yang memintaku jadi pacarnya. Padahal kalau saja Fahri memintaku menjadi pacarnya, pasti akan aku terima dengan presentase kemungkinan 100% bahkan 1000% “ pikir Izah. Tapi begitulah Fahri, selalu misterius seperti segitiga bermuda.
Pengumuman hasil ujian tiba. Seperti biasa, Izah menjadi terbaik pertama dalam perolehan nilah UAN sedang Fahri kembali menempati posisi kedua. Dan di hari pesta perpisahan kelas, sepuluh siswa yang menjadi sepuluh besar perolehan nilai UAN dikumpulkan untuk maju ke panggung kehormatan untuk kemudian menerima hadiah serta disaksikan oleh seluruh siswa baik kelas tujuh, delapan maupun sembilan. Dan itulah saat dimana untuk pertama kalinya Izah melihat ayah Fahri. Namun Ia tak melihat Ibu Fahri.
Ayah Fahri berbadan kurus dengan warna kulit yang hitam karena seringnya dijemur terik matahari. Kulitnya berkerut. Pakaiannya pun seadannya. Beberapa kali Izah melihat ayah Fahri menangis tak kuasa menahan Airmata. Melihat seperti itu, Izah turut tenggelam dalam perasaan haru tersebut. Izah merasa, meskipun Ia peringkat satu sementara Fahri peringkat dua, namun juara sejati adalah Fahri.
Izah pantas menjadi peringkat pertama karena ia beruntung dengan fasilitas pendidikan yang sangat mudah Ia dapatkan, buku tinggal beli, uang saku berlimpah, untuk transportasi Ia telah dibelikan Motor model terbaru, sementara Fahri, bajunya hanya beberapa biji, buku – bukupun tak selengkap yang dimiliki Izah, Kendaraan termewah Fahri hanya sepeda butut warna hijau yang seharusnya sudah masuk ke tempat daur ulang sampah. Izah pantas mendapatkan juara, karena selain cerdas, ia juga memiliki kehidupan yang bahagia, tapi tidak bagi Fahri, Sejak umur 6 tahun Ia ditinggal minggat oleh Ibunya karena tidak puas dengan keadaan ekonominya. Setiap hari ia harus ikut mencari nafkah untuk menyambung sekolahnya. Ia hidup sendiri, tidur sendiri masak sendiri, tanpa ada ayah dan Ibu yang menemani, karena ayahnya jauh mencari rupiah di jakarta. Ya, sejatinya, Fahri adalah Juara. Setidaknya Dialah sang juara hatiku.
“ kini saatnya kita beri kesempatan untuk sang juara kita memberikan sepatah kata atas prestasinya mendapatkan nilai tertinggi, kepada Nur Faizzah kami persilahkan “
Izah berdiri dan berjalan menuju panggung.
“ Assalamu’alaikum wr.wb. kepada yang saya hormati kepala sekolah, guru – guru, karyawan SMP N 45 tercinta, sahabat sahabatku dan adik kelasku yang saya cintai. Terimakasih atas kehormatan ini, sehingga saya dapat berdiri disini. Terima kasih pertama saya sampaikan untuk Allah SWt yang telah melancarkan segalanya, kepada orangtua saya yang selalu mendayangi dan mendukung saya. Terutama kepada kepala sekolah, guru, dan karyawan yang telah memberikan banyak sekali ilmu kepada saya. Tak lupa kepada sahabat – sahabat saya yang sangat saya sayangi. Dan satu lagi kepada seseorang yang selalu menjadi inspirasi saya, seseorang yang terkadang dipandang sebelah mata. Dia adalah Fahri Muhammad.” Semua pandangan tertuju pada Fahri, anak dekil yang duduk dengan seorang laki – laki tua.
“ darinya saya belajar tentang sebuah perjuangan, bagaimana ketika ia hidup dalam kemiskinan, namun tetap dapat berprestasi. Darinya saya belajar ketabahan, bagaimana ia hidup tanpa seorang Ibu yang menemani karena ibunya pergi entah kemana, dan Ia juga tanpa Ayah karena Ayahnya harus menyambung hidup dengan merantau ke jakarta. Namun dengan keadaannya itu, ia telah mengalahkan kita, mengalahkan orang – orang yang lebih beruntung darinya, yang lebih cerdas, yang lebih kaya, yang lebih dimudahkan segala fasilitasnya oleh Tuhan. Ia telah membuktikan bahwa kemiskinan dan penderitaan bukan alasan untuk berhenti berharap dan menyerah kepada keadaan.
Mari bayangkan bagimana ia harus memasak masakannya sendiri, bagaimana ia harus bersepeda menerobos jalanan sepanjang 10 km setiap hari, bagaimana ia menahan lapar tanpa makanan selama dua hari demi sebuah buku, bagaimana ia menjalani kehidupannya yang penuh liku sendiri, tanpa ditemani orang yang ia sayangi. Dan benar, saya peringkat satu dalam hal perolehan nilai, tapi bagiku juara sejati itu ada pada sosok pemuda bernama Fahri Muhammad. Kepada fahri, terimakasih atas inspirrasinya, inspirasi yang kau berikan bukan melalui kata – kata namun lewat bukti kerja kerasmu. Sekali lagi terimakasih. Demikian dari saya. Terimakasih wassalamu’alaikum. Wr.wb.”
Pemandangan menakjubkan tiba – tiba terlihat. mUlai dari kepala sekolah, guru, karyawan, wali murid dan siswa lain berdiri sambil bertepuk tangan memberikan penghargaan kepada Fahri. Banyak mata yang basah karena airmata haru, banyak hati yang tercambuk malu karena tak bisa menggunakan fasilitas yang mereka punya. Anak guru, anak pejabat anak dosen, anak dokter telah dipermalukan oleh seorang anak udik yang hanya putra dari seorang buruh serabutan yang ditinggal minggat oleh ibunya.
Dan begitulah perjuangan takan ada yang sia – sia.
Acara perpisahan selesai, Fahri dan Izah berdiri berhadapan disamping ruang laboratorium. Mereka berdua terdiam agak lama karena bingung apa yang akan dikatakannya. Saat ini adalah perpisahan. Mungkin inilah terakhir mereka bertemu.
“ emmmm makasih ya Zah” ucap Fahri mengawali perbincangan yang canggung itu.
“ untuk apa,”
“ untuk kepercayaanmu, aku tak mungkin seperti ini tanpamu “
“ Iyah sama sama, aku juga berterimakasih karena aku sangat terinspirasi denganmu. Dan apakah kita akan menjadi pacar”
“ Izah sayang “ hati Izah berdesris, inilah kali pertama Ia mendengar sapaan sayang yang lembut dari seorang pemuda yang sangat dicintainya
“ sampai kapanpun aku takan mau jadi pacarmu” ungkap fahri
“ kenapa?” tanya Izah.
“ tunggulah 8 tahun lagi. Kau akan temukan jawabannya “ jawab Fahri penuh keyakinan.
*********************************************************************
8 tahun berlalu. Fahri kini telah menjadi seorang dosen di UIN Syarif Hidayatullah jakarta. Selain itu, ia juga sukses sebagai pebisnis di bidang properti dengan membuka banyak perumahan. Ayah Fahri telah meninggal dunia, namun sebelum ayahnya meninggal, Fahri telah meberikan kado berupa rumah peristirahatan dan haji. Dengan hasil kerja keras nya, Ayahnya bisa naik haji bahkan sampai 3 kali. Selain itu, Ia juga mempunya yayasan yatim piatu yang membiayai kehidupan 300 anak yatim.. Meski kini ayahnya telah tiada, tapi sekarang fahri memiliki keluarga baru.
Ia kini didampingi seorang Istri yang solehah, cerdas dan baik hati. Baru setahun mereka menikah dan mengarungi kehidupan rumah tangga yang bahagia. Terlebih mereka telah dikaruniai seorang bayi laki – laki yang sampai saat ini berumur 1 bulan. Bayi tersebut lahir dari rahim seorang gadis yang telah lama ia cintai, Siti Nuf Faizah atau Izah, sahabat SMP nya dulu.
Pagi ini mereka tidur bersama di kamar mereka. Bercerita teNTANG banyak hal, sementara anak mereka tertidur pulas.
“ mas, kenapa dulu mas tak menerima aku jadi pacarmu ?”
“ kamu masih penasaran?” Izah mengangguk.
“ oke aku ceritakan, “ Fahri menghela nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan” dulu sikapku yang menjauhimu karena aku cinta padamu. Aku tak mau perasaankku lepas kendali. Aku mencoba menahan perasan cintaku dengan sikap acuhku dan kerasku. Meski kemudian aku sadar, aku tak harus menghindar, yang terpenting adalah sikap kita menghargai cinta. “
“ aku tak menerima kamu jadi pacar, karena jika dulu aku terima mungkin saat ini kita tidak akan bersatu. Aku anak miskin saat itu, selain tekad dan keyakinan pada impian aku tak punya apa – apa. Dan aku tak mau impianku rusak karena cinta, aku hafal persis, banyak yang kemudian pacaran sehingga tak bisa fokus. Selain itu, keadaanku saat itu tak memungkinkan untukku menjadi kekasihmu, perbedaan kelas diantara kita terlalu jauh, kau mungkin akan kuat tapi bagaimana dengan keluargamu? Dengan teman – temanmu? Dan aku tak mau kau terus dihina karena mencintaiku yang seorang hina.
“ tapi, aku yakin aku akan pantas untukmu setelah aku sukses. Aku yakin akan mendapatkanmu. Itulah kenapa aku tak menerima mu menjadi pacarku agar aku bisa fokus pada cita – citaku, agar aku bisa MEMANTASKAN diriku untuk seorang bidadari sepertimu “ Izah tersenyum.
“ Aku mencintaimu sayang” ucap izah
“ Aku lebih mencintaimu sayang “ jawab Fahri.
Tiba – tiba telpon berdering.
“ sebentar “ kata fahri.
“ Iya halo,? Oh ya, oke, ya kamu bikin laporannya aja, nanti serahin ke saya ya ? oke. Makasih. “ telpon ditutup.
“ dari siapa mas, “
“ Manajer personalia, “ saat ini Fahri menjadi direktur PT surya abadi.
“ siapa ?”
“ Andi, sahabat SMP kita dulu “
posted by syamsul bahri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar